Pendapat Para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah

Selasa, 31 Mei 2011

1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela),  maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin  Khattab  ra  mengenai  shalat  tarawih  :  “inilah  sebaik  baik  bid’ah”.  (Tafsir  Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“Menanggapi  ucapan  ini  (ucapan  Imam  Syafii),  maka  kukatakan  (Imam  Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi : “seburuk buruk permasalahan adalah  hal  yang  baru,  dan  semua  Bid’ah  adalah  dhalalah”  (wa  syarrul  umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal hal yang tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang  yang  mengikutinya  dan  tak  berkurang  sedikitpun  dari  pahalanya,  dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya
dan dosa orang yang mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits inimerupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yang baik dan bid’ah yang sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam,  maka  baginya  pahalanya  dan  pahala  orang  yang  mengikutinya  dan  tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat
pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yang baru adalah Bid’ah, dan semua yang Bid’ah adalah sesat”, sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bid’ah yang tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yang wajib, Bid’ah yang mandub, bid’ah yang mubah, bid’ah yang makruh dan bid’ah yang haram.
Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran, contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yang Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana  ucapan  Umar  ra  atas  jamaah  tarawih  bahwa  inilah  sebaik2  bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)


Al  Hafidh  AL  Muhaddits  Al  Imam  Jalaluddin  Abdurrahman  Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yang Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan  jin  dan  manusia  keseluruhannya”  QS  Assajdah-13),  dan  pada
kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para  Muhaddits  maka  mestilah  kita  berhati  hati  darimanakah  ilmu  mereka?, berdasarkan apa pemahaman mereka?, atau seorang yang disebut imam padahal ia tak  mencapai  derajat  hafidh atau  muhaddits?,  atau  hanya  ucapan  orang  yang  tak punya  sanad,  hanya  menukil  menukil  hadits  dan  mentakwilkan  semaunya  tanpa memperdulikan fatwa fatwa para Imam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 Taman Islami All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.